Komando Pasukan Khusus TNI Angkatan Darat alias Kopassus jadi nama yang
terseret dalam polemik soal kobocoran surat keputusan Dewan Kehormatan
Perwira. Dewan itu memang menyidangkan operasi intelijen sebelas
personel Detasemen 81/Antiteror Kopassus yang menculik aktivis pada
1998.
Jauh sebelum Mayor Luhut Binsar Panjaitan (kini jenderal
purnawirawan) dan Kapten Prabowo Subianto merintis unit khusus
penanganan terorisme di Kopassus itu, pasukan komando Angkatan Darat ini
awalnya hanya dirancang untuk kebutuhan pertempuran. Penggagasnya,
Kolonel Alex Evert Kawilarang membentuk unit khusus itu buat operasi
menumpas pemberontakan Darul Islam Kartosoewirjo di Jawa Barat.
Asal-mula pasukan komando itu diangkat dalam buku Kolonel A.E. Kawilarang Panglima Pejuang & Perintis Kopassus.
Berikut ini nukilannya:
Kolonel
Kawilarang kesal bukan kepalang karena pasukannya tak juga bisa masuk
ke Ambon. Operasi melawan Republik Maluku Selatan (RMS) itu tak
maju-maju karena tentara lawan sanggup menahan laju pasukannya.
Bukan
sebab lawan lebih banyak atau peralatannya lebih canggih, tapi karena
sepasukan kecil bekas tentara KNIL Belanda di pihak RMS. Lawan mereka
itu memang bukan tentara biasa. Pasukan kecil itu adalah Speciale
Troepen, pasukan komando KNIL.
Speciale Troepen bergerak dalam
jumlah kecil dan lincah, serta terlatih menembak jitu. Perwira lapangan
Kawilarang, Letnan Kolonel Slamet Riyadi, bahkan tertembak ketika
berhadapan dengan pasukan komando itu di Waitatiri.
Slamet Riyadi
merasa nantinya TNI harus punya pasukan serupa. Kawilarang sendiri
sempat membentuk unit khusus seperti itu pada Februari 1950 ketika ia
masih menjabat Panglima Tentara dan Teritorium/Sumatera Utara di Medan.
Unit
khusus yang dinamai Kompani Pasukan Khusus itu terinpirasi dari pasukan
komando Inggris “Green Berets”. Namun sepeninggal Kawilarang yang
dimutasi jadi Panglima TT/Indonesia Timur, kompi yang dipimpin Kapten B.
Nainggolan itu sempat berkembang jadi satu batalyon, namun akhirnya
dibubarkan.
Dari Makassar, Kawilarang dipindah ke Jawa Barat
menjadi Panglima TT/Siliwangi. Kali ini dia harus berhadapan dengan
pemberontakan Darul Islam Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo.
Tentara
Kartosoewirjo memakai taktik perang gerilya yang secepat kilat bergerak
menjauh setelah menyerang targetnya. Pasukan Kawilarang kerepotan
menghadapinya karena unit-unit pasukan Divisi Siliwangi tak bisa
meninggalkan batas-batas wilayah penugasannya masing-masing.
Ia
merasa perlu ada pasukan yang bisa bergerak sama lincahnya. Maka pada 16
April 1952, Kawilarang membentuk Kesatuan Komando Siliwangi.
Total
ada 242 orang yang mendapat latihan khusus, infanteri, penerjunan, dan
intelijen tempur. Meraka berlatih di Batujajar dan juga digojlok perang
hutan di Jayagiri. Angkatan Udara juga membantu mereka latihan menerima
pasokan logistik dari udara.
Lulusan pelatihan angkatan pertama
ini berhak menyandang baret coklat dan tulisan komando di puncak bahu
kanan dan kiri. Pada baret mereka disematkan lambang cikal-bakal simbol
Kopassus yang sekarang ini, yakni penyatuan dari tiga gambar ini: sayap
melambangkan unsur udara, jangkar untuk laut, dan pisau komando untuk
darat.
Hasil pelatihan angkatan pertama itu adalah Kompi A yang
dikomandani Kapten Supomo. Pada 1953 kompi ini diterjunkan di
pertempuran Gunung Rakutak buat menyergap tentara Darul Islam.
Terkesan
dengan pasukan bentukan Kawilarang ini, Markas Besar Angkatan Darat
mengadopsinya dengan membentuk Kesatuan Komando Angkatan Darat (KKAD).
Namanya diubah lagi jadi RPKAD (Resimen Para Komando Angkatan Darat)
yang kemudian melambungkan nama Kolonel Sarwo Edhie Wibowo, lalu
berganti nama lagi jadi Kopassandha (Komando Pasukan Sandi Yudha), dan
akhirnya jadi Kopassus.
Judul:
Kolonel A. E. Kawilarang Panglima Pejuang & Perintis Kopassus
Pengarang:
Hikmat Israr
Penerbit:
asmi Publishing, Oktober 2010
Tebal:
xi + 320 halaman
Kolonel A. E. Kawilarang Panglima Pejuang & Perintis Kopassus
Pengarang:
Hikmat Israr
Penerbit:
asmi Publishing, Oktober 2010
Tebal:
xi + 320 halaman